Kematian bisa datang kapan saja dan kadang tak terduga.
Penyebab kematian pun bisa beraneka ragam. Mulai dari sakit, kecelakaan, hingga
dibunuh atau bunuh diri. Karena itu, manusia rasanya hanya hidup untuk menuju
pada kematiannya sendiri.
Jika memang benar seperti
itu, maka pertanyaannya adalah sia-siakah hidup kita ini? Bagi orang
yang pesimis bisa jadi, bergulirnya waktu dari lahir hingga mati adalah sebuah
keniscayaan. Namun, bagi orang yang optimis, waktu adalah saatnya
melipatgandakan berkat untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Hari Jumat ini (6/4), adalah hari libur Nasional untuk
memperingati Wafat Yesus Kristus. Bagi umat kristiani, hari ini adalah hari
Jumat Agung. Keagungannya nampak nyata pada kisah jalan salib Yesus yang
berbuah kesengsaraan, penderitaan dan akhirnya Wafat di Salib. Kebangkitannya
di malam Paskah menjadi puncak kehidupan umat beriman bahwa kematian diubah
menjadi kebahagiaan, melalui kebangkitan-Nya.
Sudah berabad-abad lamanya, Yesus wafat. Namun, setiap tahun
hingga sekarang, kisah kesengsaraan, kematian dan kebangkitan Nya, selalu
dikenang oleh umat kristiani. Berbagai macam upacara, ibadat bahkan melalui
puasa dan pantang, dilaksanakan oleh seluruh umat kristiani sedunia dalam waktu
yang bersamaan. Puncak liturginya ada pada malam Paskah.
Pada malam Paskah itu, setiap umat menyalakan lilin yang
apinya diambil dari lilin Paskah. Prosesi ini menjadi sarana dan tanda bahwa
kebangkitan Yesus mengalahkan kuasa maut dan kematian. Kuasa kegelapan sirna.
Terang Kristus menjadi sumber kehidupan. Tak ada lagi kematian yang sia-sia.
Beriman pada Yesus Kristus yang bangkit berarti telah disediakan tempat yang
indah bagi manusia.
Dan tempat yang terindah itu adalah tempat di mana manusia
rindu berjumpa dengan Allah. Rindu untuk mengenang kembali kisah jalan salib
Yesus. Dengan mengenang kisah itu, umat
beriman mengambil banyak makna untuk peziarahannya di dunia ini. Yang jelas
manusia ingin bahagia dan kebahagiannya berasal dari perbuatan dan tingkah
lakunya yang jauh dari dosa.
Salah satu tempat ziarah yang banyak dikunjungi oleh umat
dan bahkan wisatawan dari luar negeri adalah Jalan Salib Mahawu. Via dolorosa,
demikian para peziarah menyebutnya, berada di kaki Gunung Mahawu sebelah barat
dan lokasinya hanya membutuhkan waktu 45 menit dari Bandara Sam Ratulangi.
Pengunjung tak akan tersesat karena tempat ziarah itu berada di Bukit Doa
Tomohon. Menyebut nama ini, masyarakat akan menunjukkan jalannya.
Pada Jumat Agung dan bulan Mei, Oktober, banyak rombongan
melakukan jalan salib di tempat itu. Sejak pagi hingga sore, rombongan silih berganti. Sambil
mengumandangkan lagu-lagu kesengsaraan, mereka beribadat mulai dari perhentian
pertama hingga ke empat belas. Setiap perhentian ada patung diorama yang
menceritakan tentang kisah sengsara hingga wafat Yesus dan dikubur.
|
Columbarium |
Di setiap perhentian, Pastor membacakan kembali kisah Jalan
Salib Yesus yang disertai dengan sepenggal renungan aktual tentang kebiasaan-kebiasaan manusia yang
membuatnya jatuh dalam dosa. “Sengsaramu oh Yesus, akibat dosaku….”, demikian
sepenggal nyanyian yang mengingatkan para peziarah untuk b ertobat.
Selain patung diorama jalan salib setinggi manusia yang
diletakkan di tengah jalan sebagai simbol “mengikuti jalan salib-Nya”,
kesejukan alam dan suasana hutan juga menjadi daya tarik tersendiri. Berada
pada kurang lebih 900 meter dpl, lokasi ziarah itu berhawa sejuk dan tidak
mudah membuat capek atau kehausan meski kontur jalan setapaknya berbukit-bukit.
Lebih indah kalau sudah sampai di puncak bukit. Pemandangan alam dan bangunan
yang berkonsep “sinergitas alam, bangunan dan rohani” tak hanya membuat decak
kagum tetapi setiap orang tergoda untuk mengabadikannya dalam kameranya.
Keheningan suasana jalan salib Mahawu ini jauh berbeda
dengan jakan salib di tanah suci Yerusalem. Katanya, jalan salib di sana sudah
ramai oleh orang-orang berjualan. Demikian cerita seorang pastor yang baru saja
pulang berziarah di tanah suci. Tak heran jika ada yang menilai bahwa Jalan
Salib Mahawu di komplek Bukit Doa Tomohon ini lebih bisa hening, khusuk,
ditambah alamnya yang indah dan suara gemercik air lewat selokan alam, memberi
suasana tersendiri.
Jadi, yang mati, yaitu kematian Yesus dan yang hidup, yaitu
para peziarah, sama-sama berada di tempat yang indah yaitu di lokasi Bukit Doa
Tomohon yang berpotensi juga sebagai wisata alam. Untuk mengetahui lebih
lengkap, silahkan mengunjungi dan klik blog
Bukit Doa Tomohon ini.
Dan Selamat Paskah bagi yang merayakan.