"Kalau sudah sampai di Manado, jangan lupa berkunjung ke Tomohon ya", kata teman saya kepada rombongan yang berencana untuk berlibur dan berwisata ke Manado dan sekitarnya. Rupanya, pesan seperti itu sudah sangat populer disampaikan kepada para wisatawan melalui mulut guide tour lokal bahkan travel agent juga ikut-ikutan mempromosikannya.
Memang apa daya tarik Tomohon bagi para pelancong? Pertanyaan ini pernah saya ajukan kepada seorang petugas Dinas Pariwisata dan Budaya Propinsi Sulut di salah satu counter kedatangan di bandara International Sam Ratulangi, Manado. Dengan ramah petugas itu menerangkan bahwa kota Tomohon terletak di antara Gunung Lokon dan Gunung Mahawu pada ketinggian sekitar 2000 m lebih dari atas permukaan bumi. Dua gunung itu konon masih aktif terutama Gunung Lokon. Selain bau asap belerang, juga kadang abu vulkanik tipis disemburkan pada radius 5 km. Selain itu, kota Tomohon udaranya sejuk dan segar. Tak heran kalau di pinggir jalan terlihat banyak orang jual bunga dan tanaman hias yang indah.
Dari petugas tadi, saya mendapat informasi tentang tempat-tempat tujuan wisata di wilayah Tomohon sesuai dengan brosur yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata. Setelah saya baca dan lihat, memang Tomohon memiliki potensi wisata yang tidak sedikit. Disebutkan dalam brosur itu, wisata kuliner di Tinoor, Air terjun "Kali", Rest Area di Kinilow, Pagoda Budha, Wooden Houses di Woloan, Ampiteater dan Waruga di Woloan, Rumah Tua dan kerjainan batang pohon kelapa di Kaaten, Pasar Tradisional, Danau Linow di Lahendong dan Hot spring di Leilem. Selesai membaca brosur itu, saya bertanya dalam hati kenapa "Bukit Doa Mahawu" tidak dimasukan dalam tempat tujuan wisata? Apa karena tempat doa atau wisata religius? Padahal Pagoda di Tomohon disebutkan dalam brosur itu.
Lokasi Bukit Doa Mahawu ada di jalan lingkar Timur Tomohon. Memiliki dua pintu masuk. Pintu masuk sebelah Utara dikhususkan untuk kendaraan penjemput, apabila rombongan diturunkan atau drop off di pintu masuk sebelah selatan. Jadi, diturunkan di pintu masuk sebelah Selatan, lalu kendaraan menuju ke pintu Utara dan masuk ke jalan mendaki sampai di puncak bukit menunggu rombongan yang tadi di drop off di pintu Selatan. Memang pintu Selatan untuk pejalan kaki karena jalanya naik dan bertangga-tangga.
Di pintu masuk Selatan, anda dianjurkan ke toilet sebelum berjalan kaki ke bukit. Di sebelah toilet, anda bisa masuk ke minishop untuk beli minuman, makanan ringan atau souvenir khas Bukit Doa Mahawu. Biasa kalau datangnya rombongan, guide tour meminta anda dan rombongan untuk berkumpul di teras antara minishop dan office. Lalu diberi penjelasan singkat tentang sejarah dan fasilitas-fasilitas yang ada di bukit doa Mahawu ini.
Bahkan petugas akan menjelaskan tentang tata tertib dan semangat dibangunnya tempat ini. Sinergitas alam, bangunan dan rohani, itulah yang dikatakan petugas setempat. Dikandung maksud, bahwa tempat ini sungguh menjaga kelestarian alam meski ada bangunannya. Keindahan, kerapihan dan kebersihan menjadi indikator kualitas dari bukit doa ini dan mungkin berbeda dengan tempat-tempat wisata lain yang sembarangan buang sampah. Karena, anjuran untuk menjaga lingkungan yang asri dengan tidak membuang sampah pasti akan disampaikan oleh petugas setempat yang merangkap sebagai security.
Petugas Bukit Doa, dengan sopan dan ramah mengantar saya mengelilingi bukit yang sering masyarakat menyebutnya sebagai Buki Doa Mahawu. Memang, pada umumnya bukit-bukit di wilayah Minahasa ini banyak dipergunakan untuk ibadat atau ziarah bagi umat kristiani. Karena itu, disebut bukit doa. Tetapi di bukit doa Mahawu ini tidak hanya untuk doa, anda bisa melakukan kegiatan outbound atau gathering, performance art dsb. Serba guna, kata petugas yang mengantar saya.
Dipandu oleh seorang petugas saya pertama kali diajak melalui jalan setapak atau dikenal dengan jalan atau Via Dolorossa atau Jalan Salib. Patung-patung diorama setinggi manusia diletakkan di tengah jalan setapak dan mendaki sebagai simbol jalan kesengsaraan Tuhan. Sepanjang jalan setapak ini tumbuh pohon-pohon dan bunga-bunga khas Sulawesi. Melewati jalan, ini terasa asri dan natural. Sesampainya di atas, saya berhenti sejenak di Taman Pieta, replika karya Micheal Angelo ketika Ibu Yesus memangku jenasah PutraNya. Kemudian saya diantar masuk ke terowongan. Saya baca signage yang ada di pintu masuk, "Makam Yesus". Ada suasana kegelapan pada awalnya, tetapi setelah masuk ternyata terang karena matahari masuk dari lubang ventilasi.
Sesudah makam dilewati, kami keluar melalui jembatan karena persis dimuka pintu keluar ada kolam indah. Jembatan ini selain jalan keluar juga menghubungkan Gua Maria. Di sini selain berdoa, saya dianjurkan untuk cuci muka. Katanya air ini berasal dari sumber air pegunungan yang tidak pernah mengering sepanjang musim dan memberi berkat bagi setiap peziarah. Saya pun cuci muka berharap mendapat kelimpahan berkah dari Tuhan bagi hidup saya.
Masih di antar petugas, saya sampai ke sebuah dataran yang terbentang luas. Oh ya sepanjang jalan yang saya lalui tadi saya sering berjumpa dengan peziarah. Ada dari mancanegara. Ada yang dari lokal. Mereka lebih banyak rombongan. "Pak, di dataran luas ini kalau pas hari libur rame karena banyak orang datang ke tempat ini. Ada yang ibadat, ada yang rekreasi ada yang suka foto-foto. Semua tempat penuh. Mereka menggunakan Ampiteater, Minishop, Tempat Ibadah Padang, Wedding Chapel dan halaman-halaman yang diteduhi oleh pohon-pohon." kata petugas yang mengantar dengan penuh semangat. Saya hanya mengangguk saja tanda mengerti. Cuaca cerah. Langit begitu biru. Tampak anak-anak muda yang ceria berfoto di dekat bangunan yang ada. Lebih sering berfoto dengan background "wedding chapel" yang tampak unik dan indah.
Napas saya sedikit terengah-engah, ketika petugas mengajak saya menuju ke Alamanda Retreat. Lokasinya 500 m dari dataran luas tadi dan mendaki. Saya sejenak duduk di sebuah ruangan yang ternyata dining room bagi para tamu yang menginap di sini. Tampak bangunan rumah susun khas Minahasa seakan menyatu dengan pohon-pohon sekitarnya. Kapasitasnya bisa menampung 100 orang lebih katanya. Sering dipakai untuk meeting dari gereja-gereja, perusahaan dan rombongan tour. Jika tamu ingin mengadakan outbound seperti fun games, flying fox, high ropes juga bisa karena tidak jauh dari penginapan ini ada arena outbound. Fasilitas pendukung dari arena outbound ini ada Gazebo yang letaknya sangat strategis untuk melihat keelokan Gunung Lokon yang mengepul asapnya bukan di puncak tetapi di kaki gunungnya. Eksotik sekali.
Tak terasa "jogging trekking" yang saya lalukan tadi bikin badan "basuar" (berkeringat). Saya memutuskan untuk berhenti di Gazebo untuk istirahat sejenak sambil pesan kopi hitam khas Mahawu dan makan camilan kukis khas Manado seperti Bagea, lalampah dll. Saya betah duduk di sini karena view alamnya yang indah. Samar-samar di kejauhan saya bisa melihat Gunung berapi Soputan, Pantai Amurang dan perbukitan Minahasa yang menggariskan gradasi warna natural yang mempesona. Semua itu saya abadikan dalam foto sebagai bukti bahwa saya pernah sampai di kaki gunung Mahawu yang telah memberikan pengalaman lahir batin saya.
0 comments:
Posting Komentar